Senin, 28 Oktober 2013

Selalu Ada Cerita

Waktu menunjukkan pukul sepuluh tepat. Aku bergegas membereskan barang-barang yang mau aku bawa ke Jakarta. Tak lupa, aku berpamitan pada kedua orang tuaku. Fiuhh,, perjalanan panjang baru akan dimulai. Semoga, tak ada halangan apapun sampai tiba di Jakarta.
Sampai di terminal, aku bingung. Ini adalah pertama kali aku pergi ke Jakarta, sendiri. Apalagi aku adalah seorang perempuan. Perasaan takut dan was-was terus saja menyelubungi hatiku. Nah, pas jam sebelas, dengan asal-asalan aku memberhentikan bus dengan tujuan Jakarta meski aku tak tahu pemberhentian pasti bus itu. Saat itu di fikiranku yang penting aku udah nyampe bus dengan tenang.
Meskipun aku udah duduk di bus, ternyata aku masih belum bisa juga duduk tenang. Aku belum tahu dimana aku harus berhenti. Tak henti-henti aku sms temenku yang di Jakarta untuk kepastian tempat pemberhentian bus. Aku tidak hanya sms satu orang. Tapi tiga orang sekaligus.
Kata temenku yang satu, aku turun di blok M abis itu naik M75 abis itu naik M17 ke TK Al-Kautsar. Nah, yang lain belum pada bales tuh. Makanya aku bilang ke keneknya, aku turun di blok M. Eh, kata keneknya, kalo mau ke blok M, aku turun di jatibening abis itu naik bis mayasari ke blok M. Huuft, aku sebel. Kenapa ga langsung turun di blok M? aku kan jadi makin takut. Kata-kata ibuku terus terngiang. Awas, hati-hati…
Nah, pas nyampe Jatibening, temenku satu lag isms. Katanya, aku ke Kampung Rambutan aja abis itu naik angkot nomer 19 turun di Stasiun Lenteng Agung. Nanti dia jemput disana. Aduh, mampus deh. Aku jadi bingung harus kemana. Pas turun di Jatibening itu aku diem disitu aja berharap bis mayasari cepet datang.
Pas fikiranku lagi bingung nungguin bis ga nongol-nongol, tiba-tiba ada cowok nyamperin aku. Katanya, “Mba, kalo nungguin bis jangan disini. Mendingan kesana…” cowok itu menunjuk jalan tak jauh dari kami. Degh, aku takut. Haruskah aku percaya cowok ini? Kalau ga salah, dia tadi satu bis sama aku. Jangan-jangan dia udah merhatiin aku dari mulai waktu di bis? Aduh, gimana nih…
Aku menoleh kebelakangku. Disana ada pa polisi lagi ngobrol-ngobrol gitu. Hufft, seenggaknya ada orang di sini. Karena itu aku memutuskan mengikuti cowok itu meski masih menjaga jarak. Tapi setelah melihat kemana dia membawaku bukan ke tempat yang salah, aku sedikit bernafas lega. Bahkan kami langsung naik bis mayasari menuju Kampung Rambutan.
Rintik hujan mulai turun menemani perjalanan kami menuju Kampung Rambutan. Aku mulai sedikit percaya pada cowok itu. Setelah mengobrol, aku tahu kalo di itu mau ke Depok. Dia bekerja di pasar malem. Ga pasti sih tempatnya. Karena itu dia lumayan hafal daerah Jakarta. Hmm, pantesan… Aku mengangguk-angguk. Pas di perjalanan, tiba-tiba temenku yang satu lagi telfon. “Nov, udah nyampe mana? Udah di blok M?” aku langsung jawab aja. “Mba, kayanya aku turun di Kampung Rambutan aja deh. Soalnya kata mas Putra, dari Kampung Rambutan aku tinggal naik angkot nomer 19 ke stasiun Lenteng Agung. Abis itu dia jemput disana.”
“Oh, yaudah. Ati-ati ya…” aku menutup telfon sambil tersenyum. Dan saat itu, kenek menghampiri kami dan meminta ongkos. Baru aku mau ngasih uang, eh cowok itu udah ngulurin uang and bilang sama keneknya, berdua sama aku. Huaa, aku terharu. Tapi agak nggak enak juga sih. Hehe. Aku ucapin terimakasih tuh sama cowok itu.
Pas mau turun, aku masih gelisah. Mungkin, cowok itu ngeliat kegelisahan aku. Karena itu dia bilang, “Tenang aja, aku lagi ga sibuk jadi bisa nemenin kamu…” aku tersenyum meski belum bisa lega.
Kami tiba di Kampung Rambutan. Langsung aja aku nyari angkot nomer 19. Cowok itu berjalan di belakangku seolah melindungiku. Hehe, baik banget nih cowok.
Nah, pas udah ketemu angkotnya, kami langsung naik. Nah saat itu, hujan turun semakin deras. Behkan petirnya nyeremin. Jalanan yang kami lewati juga banjir. Ckckck, ternyata gini ya Jakarta kalo ujan. Ga nyangka Jakarta bisa sedingin ini…J
Nah, akhirnya meski hujan masih menyisakan gerimis, aku nyampe di stasiun Lenteng Agung juga. Segera kutelefon Mas Putra yang akan menjemputku.
“Halo, Mas. Aku udah nyampe nih…”
“Loh, udah nyampe? Cepet banget. Aduh, lagi ujan kan ya? Nunggu bentar ga papa?”
“Nunggu? Ampe kapan, Mas? Lama ga?” aku masih belum tenang kalo belum nyampe tempat tujuan meski ada seseorang yang menemaniku- orang asing.
“Aku masih ada kerjaan soalnya…”
“Yah, Mas, pokoknya cepetan ya. Aku takut kalo lama-lama…”
“Yaudah oke-oke. Tunggu ya, ga sampe sepuluh menit ko… Kamu nyebrang aja kebelakang kea rah pasar Lenteng Agung. Nanti aku jemput disana.”
“Oke. cepetan ya…”
Telfon kututup. Aku dan cowok itu nyebrang nyari dimana pasar Lenteng Agung. Dan mengikuti petunjuk dari orang yang kami tanya, akhirnya kami sampe di tempat yang dimaksud. Aku segera sms mas Putra kalo aku udah nyampe. Gerimis belum juga berhenti. Kami berteduh di sebuah toko pakaian.
“Kamu ga laper? Makan dulu yuk!” ajak cowok yang sedari tadi tanpa sadar aku cuekin.
“Aduh, maaf ya Mas jadi ngerepotin. Ga deh. Nanti aja aku makan.”
“Oh, emang ga laper?”
Hehe, aku hanya tersenyum. Cowok itu pun pergi sebentar. Ternyata, dia membeli gorengan untukku. Sumpah, ni orang baik banget… Tadi juga dia bayarin angkotku.
“Yaampun Mas. Makasih ya…” Aku ga tahu lagi harus bilang apa selain kata makasih.
Tak lama setelah itu, seorang cowok diseberang jalan melambai-lambaikan tangannya seolah memanggilku. Aku tersenyum. Wah, pasti mas Putra tuh. Aku segera beranjak dari tempatku. Aku menoleh pada cowok di sampingku, “Makasih banyak ya Mas…” aku menggantung kalimatku. “Roni.” Jawabnya cepat. “Oh… Nova…” balasku memperkenalkan diri. Oia, kami sempat bertukar nomer telefon. Setelah itu aku menyebrang mendekati mas Putra. Gerimis mulai berhenti. Hanya tetesan-tetesan air yang jatuh dari atap rumah. Sisa hujan tadi.
Huaa, aku seneng banget. Akhirnya aku nyampe Jakarta dengan selamat. Aku? Yang pertama kali dateng ke Jakarta sendiri? Omo, benar-benar hebat. Hehe.
Memang, pasti akan ada cerita di setiap perjalanan. Seperti temenku yang kena macet akibat ada tiang listrik ambruk di tengah jalan. Atau temanku dari Jogja yang ketinggalan kereta padahal KTPnya udah masuh kereta. Nah loh? Ini memang ajaib. Tapi ga ada yang ga mungkin di dunia ini. Seperti ceritaku bertemu orang baik. Yang mau nganterin aku ke tempat tujuan padahal kami belum saling kenal. Bayarin ongkosnya lagi. Wah, bener-bener keberuntungan. Ternyata, di dunia ini kita ga sendiri. Asalkan percaya bahwa Allah selalu bersama kita. Pasti selalu ada jalan.
Nah nah, ini ceritaku. Apa ceritamu?? :)

Minggu, 20 Oktober 2013

Fatamorgana Cinta

Aku terjerat dalam cinta yang sunyi
Senandung nyanyian malam tak ubahnya sebagai candu
Rintikkan hujan yang seolah mengadu
Inikah jalan cintaku?

Telah larut aku kedalam cinta itu
Merajut kisah dalam nuansa melodi
Rayumu buatku mabuk bagai arak
Tak seorangpun tuk dapat gantikanmu

Senja datang seolah menjemputmu
Kupejamkan mata ini
Kuhirup desir angin yang membelai rambutku
Inikah cinta untukku?

Aku tersadar
Ini bukan hanya candu yang memabukkan
Ini hanya sebuah fatamorgana kehidupan
Dimana aku, menjadi si pemimpi

Biar dedaunan itu terus berisik dibelai angin
Aku tetap disini menantimu
Walau ribuan tahun kelak kan kulewati
Sendiri….

Kamis, 17 Oktober 2013

Your Smile

Tulisan ini diikutkan ke dalam lomba ‘Novel Always With Me by Hyun Go Wun’.





Lee Chae Rin, seorang gadis dengan tubuh besar. Ia tengah asyik melahap snacknya disaat teman-temannya yang lain tengah bersorak sorai mendukung tim basketnya supaya menang. Ia justru cuek, seolah tak peduli.

“Hwang Tae Joon….Huaa,, daebaaaak!!” disampingnya, Kim Hanna begitu antusias menonton pertandingan itu. Chaerin hanya mencibir.

Sejenak Chae Rin ikut memperhatikan lelaki itu. Hwang Tae Joon. Ia begitu tampan dan pandai bermain basket. Sosok seorang pangeran. Semua gadis di sekolah Chae Rin sangat menggilainya.

“Cih, apa hebatnya namja itu. Dia itu lebih mirip sampah dibandingkan pangeran…”

Hanna yang mendengar makian Chae Rin itu langsung melototinya tak terima.

“Ya, kau fikir kau siapa berani menghina pangeran kami? Urus saja cemilan-cemilanmu yang tak pernah habis itu. Kau tidak sadar, tubuhmu lama-lama pasti akan meledak…”

“Ya!!” Chae Rin tak terima dengan ucapan sahabatnya itu.

Tapi sedetik kemudian, sahabatnya sudah kembali fokus pada pertandingan.

“Kyaaaa… Hwang Tae Joonnn…” teriaknya kembali histeris.

“Hwang Tae Joon… Hwang Tae Joon… Hwang Tae Joon…” seluruh penonton meneriakkan nama namja itu.

Hwang Tae Joon mendribble bolanya. Keringatnya mengalir dari wajah tampannya. Ia dengan sigap bisa melewati lawannya, dan hanya dengan beberapa langkah, ia berhasil memasukkan bola kedalam ring.

Suara teriakan dan tepuk tangan terdengar dari para penonton. Hwang Tae Joon berpelukkan bersama teman-temannya. Tatapan Tae Joon tiba-tiba beralih kearah penonton. Ia membungkuk mengucapkan terimakasih. Namun sudut matanya seperti sedang mencari seseorang. Seseorang yang sangat mudah dikenali.

Hwang Tae Joon melambaikan tangan kearahnya, Lee Chae Rin. Tapi gadis itu malah menatapnya tak percaya. Benarkah Hwang Tae Joon melambai kearahnya? Tapi ia sungguh merasakan tatapan dan senyum itu tepat mengarah kearahnya.

“Kyaaa…. Lihat lihat. Hwang Tae Joon melambai kearahku…” teriak Hanna yang membuat Chae Rin langsung membuang fikirannya jauh-jauh.

“Dasar sampah!!” umpat Chae Rin membanting snacknya. Ia lantas pergi meninggalkan Hanna.

“Ya, Lee Chaerin, kau mau kemana hah?”

Chaerin mengangkat tangannya seolah tak mempedulikannya.

*

Tae Joon menatap gadis yang tengah asyik memakan snack-nya di balkon. Ia  tersenyum. Gadis itu, entah sejak kapan ia merebut perhatian Tae Joon.

“Ya, Hwang Tae Joon, apa yang kau lakukan disini?” Chae Rin menyadari keberadaan Tae Joon.

Tae Joon tersenyum, “Ani. Geunyang…

Chae Rin seolah tak mempedulikan Tae Joon dan kembali memakan snack-nya.

Tae Joon menghela nafas melihat sikap Chae Rin. Ia kemudian mendekati Chae Rin dan duduk di sebelahnya.

“Ya!! Pergilah. Aku sedang tidak ingin melihatmu saat ini.” Ucap Chae Rin ketus.

Wae?” Tae Joon dengan sigap mengambil alih snack dari tangan Chae Rin. Ia memakan snack itu. “Hmm, enak. Pantas saja kau sangat menyukainya…”

Ada apa dengan namja ini? Batin Chae Rin.

“Kembalikan!” Chae Rin berusaha mengambil snack-nya kembali. Namun Tae Joon tak memberikannya dengan mudah.

“Ya!!” teriak Chae Rin kesal.

“Aku akan mengembalikannya tapi dengan satu syarat.”

Chae Rin menatap Tae Joon. Dalam diam, ia mengagumi ketampanan namja itu.

“Kau… harus jadi pacarku.”

Mwo??” Chae Rin terbelalak tak percaya. “Apa kau sudah gila??”

Ani. Aku hanya menyukaimu…”

“Aiiissh…” Chae Rin berdiri dan melangkahkan kakinya menjauh dari tempat itu.

“Ya, kau belum menjawabku.” Tae Joon menarik tangannya.

Chae Rin menghempaskan tangan Tae Joon. “Ya, Hwang Tae Joon! Apa kau sedang main-main denganku? Apa kau fikir ini lucu? Aku tidak bodoh. Mana mungkin namja tampan dan digilai semua yeoja di sekolahan ini menyukai gadis bertubuh besar sepertiku. Micheosso??

Tae Joon terdiam. Sedetik kemudian ia tertawa. Chae Rin menutup mulutnya sendiri menyadari ucapannya yang terlalu jujur.

“Jadi… Jadi… Kau menganggapku tampan? Hahahaha…” Tae Joon terus tertawa.

“Ya, geumanhae…” Chae Rin memukuli pundak Tae Joon kesal.

Araseo… Arasseo… Geumanhaja…” Tae Joon akhirnya menghentikan tawanya.

“Ya, Lee Chae Rin. Kau sudah tertangkap basah. Berarti, kau harus mau menjadi pacarku. Ara?

Chae Rin terdiam. Matanya tak bisa lepas dari tatapan Tae Joon. Tanpa sadar ia tersenyum. Tae Joon ikut tersenyum. Ia tahu, meski Chae Rin berbeda dari yeoja lain karena tubuhnya yang besar, namun senyum Chae Rin, sungguh tak akan ada yang sanggup menandinginya.

-The End-