Malam
itu begitu indah. Bintang-bintang dilangit begitu banyak bertaburan. Mungkin,
karena ini gunung, bintang jadi lebih jelas terlihat.
Aku
melihat kau tertawa bersama teman-teman yang lain di dekat api unggun itu. Ah,
tawamu selalu saja menghangatkan hatiku ditengah hawa dingin yang mulai masuk
kedalam tulang rusukku.
Saat
tengah asyik memandangimu, tiba-tiba tatapan kita bertemu. Kau tersenyum
padaku. Senyum yang selalu membuatku rindu. Tiba-tiba kau berdiri dan berjalan
mendekatiku.
“Hai.”
Sapamu yang terdengar sangat halus ditelingaku.
“Hai
juga.” Balasku sambil tersenyum ramah.
“Kok
ga ikut kumpul?” tanyamu sambil berdiri disampingku.
“Aku
lagi asyik mandangin bintang…” jawabku sambil melihat keatas.
Kau
mendongakkan kepalamu keatas, “Wah, iya… Bintangnya indah banget…”
“Em,
mungkin karena di gunung. Jadi kita bisa melihat bintang seindah dan sebanyak
ini. coba deh kamu angkat tangan kamu. Kemudian tutup sebelah mata kamu.
Seperti menggapai bintang rasanya…” Aku mempraktekan apa yang aku ucapkan.
“Benarkah?”
ia mengikuti apa yang kulakukan. “Ih, benar. Seperti menggapai bintang…”
Aku
menurunkan tanganku dan kembali menatapmu. Kau tersenyum senang.
“Na…”
aku berkata lirih padamu.
“Ya.” Kau menoleh ke arahku.
Aku
menatapmu dalam. Gadis yang sudah dua tahun mengisi hatiku, namun aku belum
berani menyatakan perasaanku. Tapi kurasa, sekaranglah waktunya. Kanku jadikan malam
ini, sebagai malam terindah dalam perjalanan hidup kita.
“Kenapa
Ga?” kau membuyarkan lamunanku.
Aku
menarik nafas dalam. Kembali kutatap matamu. Dengan sedikit keberanian, aku
meraih kedua tanganmu. Kau sedikit terkejut mendapat perlakuan seperti itu.
“Ratna,
maukah kau menggapai bintang bersamaku?” ucapku lugas dan penuh harap.
Kau
masih menatapku. Kurasakan ada gemetar dalam genggaman tanganmu. Sejurus kemudian,
kau tersenyum. Oh, sungguh senyummu telah mencairkan hatiku yang beku akibat
hawa dingin ini.
“Aku
mau…” jawabmu tersipu.
Aku
tersenyum. Tidak, aku bahagia. Sungguh bahagia. Tanpa sadar, aku langsung
memeluk tubuhmu.
“Terimakasih,
Na. Maaf, aku sudah lama membuatmu menunggu. Aku cinta kamu, Na…”
Kau
melepas pelukan kita, “Iya, aku juga cinta kamu Galih… Makasih juga, kau telah
menjadikan malam ini menjadi malam terindah kita…”
Aku
tersenyum. Kau juga. Bukan malam ini yang indah, Na. Tapi kamu. Dimanapun ada
kamu, kapanpun ada kamu, melihat senyummu, asalkan kau bersamaku. Itu adalah
hal terrrrindah dalam hidupku. Terimakasih, Na…
Aku terbangun dari mimpiku. Ah, ternyata cuma mimpi. Ini adalah hari ketujuh setelah kau memutuskanku. Tapi, mimpi itu terus saja menghantuiku. Ratna, meski hubungan kita hanya bertahan satu bulan, namun kenangan itu tak akan pernah terlupa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar