Selasa, 22 Juli 2014

Selalu Ada Tawa Dalam Setiap Jumpa 2 : Reuni SD

Reuni angkatan 2004 SDN Patrol 1

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Kehadirannya, seringkali dijadikan ajang pertemuan bagi mereka yang sudah lama tak bertemu. Seperti anak dengan orang tuanya, teman sejawat atau sanak family. Begitu pun kami—angkatan 2004 SDN Patrol 1—yang tak menyiakan moment tersebut, untuk melakukan ajang reuni dengan mengadakan acara buka bersama.
Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, berkat bujukan Auly, akhirnya aku ikut bukber bareng temen-temen SDku. Saat jam di Hapeku masih menunjukkan pukul 4 sore kurang sepuluh menit, Auly sms yang isinya : Nopha, aku ke rumah kamu, ya!. Haha, nih anak ternyata masih takut kalo aku nggak jadi ikut bukber. Jadilah beberapa menit kemudian, ia udah duduk manis di teras rumahku setelah sebelumnya mengucap salam. Aku yang memang sudah siap itu, langsung menyambutnya.
Kami menunggu jemputan di rumah Auly. Beberapa saat setelah kami sampai di rumah Auly, tiga motor sudah terparkir di depan rumah Auly. Mereka adalah : Lina, Elin, dan Asep. Kesan pertamaku saat melihat Lina, aku bingung. Aduh, itu siapa, ya? Mampus! Aku lupa sama wajahnya (mungkin efek nggak pake kacamata juga). Aku langsung belingsatan nanyain ke Auly, itu siapa? Haha, tapi setelah melihat lebih dekat, aku inget wajahnya. Wah, ini mah bener efek nggak pake kacamata J. Sementara untuk Elin dan Asep, setelah lulus SD, kami lumayan sering ketemu. Jadi, wajah mereka nggak asing lagi. Ya, meskipun banyak yang berubah dari mereka kalo dibandingkan dengan saat SD. Hehe.
Oke, kami pun kemudian langsung cuuusss ke bengkel tempat Apip bekerja. Kesan pertamaku waktu liat Apip : Haah?? Itu beneran Apip? Seriuss? Sumpah beda banget sama waktu TK and SD. Aku sampe melongo liat dia. Yang paling bikin beda dari dia itu, dia pake anting di telinganya. Kayak preman aja. Haha. Maap, Pip. Tapi, untung si Apip ini anaknya asyik. Jadi, nggak ada kecanggungan lagi di antara kami meski udah lama nggak ketemu.
Next, kupikir mereka udah ngerencanain acara ini matang-matang. Ternyata, pas sampe bengkel Apip, anak-anak lain belum pada dateng. Jadilah, aku, Auly, Lina dan Elin mampir dulu ke toko sepatu yang terletak tak jauh dari bengkel Apip. Biasa, naluri shopping Lina gak bisa diem kalo liat sepatu. Haha J.
Cukup lama kami di toko sepatu. Masalahnya, si Lina ini suka sama dua sandal dan bingung mau milih yang mana. Tapi, setelah mempertimbangkan soal harga, cewek yang sekarang menjabat sebagai TU di sebuah SMK itu, memutuskan untuk membeli sepatu yang lebih murah. Jadi, jangan heran ya liat ibu-ibu lagi belanja. Hihi. J
Setelah selesai dengan urusan belanja sandal—mampir sebentar di toko baju—kami langsung kembali ke bengkel Apip. Saat itu, Apip sudah selesai bekerja dan ikut bergabung bersama kami. Detik berikutnya, Asep ditugaskan untuk menjemput Iis, sementara aku dan Auly—dengan dibonceng Apip dan Lina yang dibonceng Elin, pergi ke TKP (tempat kami akan bukber nanti). Saat itulah, aku baru melihat temen-temen yang lain datang. Sebenernya, aku inget mukanya, tapi lupa nama. Hehe, maaf ya temen-temen. Lewat Apip, aku baru tahu kalau mereka—yang tadi kulihat itu—adalah Wiryo dan Surya. Kalau Surya sih, aku agak inget-inget gitu sama mukanya. Kalo Wiryo, aku sama sekali clueless. Baru setelah pulang ke rumah, aku inget gimana muka Wiryo waktu SD. Sumpah, beda banget! Dulu itu kecil and putih kalo nggak salah. Tapi yang kulihat tadi, ya tetep kecil sih. Tapi dia udah iteman. Hehe J.
Kami tiba di sebuah tempat makan. Apip langsung memesan ikan bakar untuk kami berbuka nanti. Sementara kami duduk-duduk santai di salah satu gazebo. Sudah lumayan banyak yang dateng. Ada Jefri, Aprian, Iis, Dicky, Rizal dengan istrinya—maaf ga tau namanya. Baru, agak sore dikit, ada Asep yang nyusul dateng.
Setelah agak lama nggak ketemu—mungkin sekitar 10 tahun sejak kami semua lulus SD—aku merasa sedikit canggung. Namun, anak-anak cowok itu sepertinya tidak merasakan hal yang sama denganku. Mereka sudah terlihat akrab mengobrol ke sana ke mari.
Matahari mulai masuk ke peraduannya. Meninggalkan semburat jingga yang indah di sore itu. Kami masih asyik mengobrol. Kali ini, sudah duduk melingkar di gazebo sambil sesekali mengabadikan moment tersebut dengan ber-selca ria. Tak jarang, celetukan khas anak-anak muda keluar dari bibir para lelaki membuat kami semua tertawa. Ah, mungkin aku tak akan menyesal karena telah datang ke reuni ini.
Sampai terdengar kumandang adzan maghrib dari hape Asep, makanan belum juga datang. Seseorang dari kami memutuskan untuk ke depan untuk memesan minuman hanya untuk berbuka. Wah, ternyata yang menurutku, pesan jam lima itu masih terlalu dini, ternyata aku salah. Saat itu, cukup banyak rombongan yang datang dan mungkin, mereka memesan lebih dulu dari kami.
Teh botol pun datang. Kami berbuka seadanya dengan hanya meminum teh botol yang dipesan. Itu pun, belum sampai habis, ada yang tersenggol gara-gara kami masih sibuk ber-selca ria. Inilah perbedaan yang moncolok dari zaman kita SD dulu. Kalau dulu, belum ada hape yang bisa mengabadikan moment-moment kebahagiaan kita, kali ini, kita memanfaatkan gadget-gadget untuk mengabadikan kebersamaan kita sore itu. Tapi, ternyata ada salah seorang dari kita yang bawa foto waktu kecil. Dialah : Asep Korong. Hihi. Tau nggak, kenapa dipanggil Asep Korong (baca : upil)? Oke, aku bakal ceritain asal mulanya.
Jadi, dulu waktu SD, si Asep ini anaknya super duper iseng. Buat menarik perhatian cewek, dia sering banget ngupil di depan kita, terus nyodor-nyodorin tuh upil ke kita. Hii, pokoknya kalau ada Asep di dekat kita, kita pasti langsung waspada. Haha. Itulah mengapa ia dijuluki Asep Korong. Selain untuk membedakannya dengan dua Asep lainnya, tentunya.
Oia, di kelas kita saat itu, kita punya triple Lina—Lina Maulina, Maulina Rizkia, dan Lina Silviani. Triple Asep—Asep Suprihatin (almarhum), Asep Saefullah, dan Asep Sefrudin, dan Triple Annisa—Annisa Fathanah, Siti Anisah, dan Annisa ‘tok (maksudnya Annisa aja nggak ada embel-embel apa pun di belakang namanya J).
Sambil menunggu ikan bakar yang tak kunjung datang hingga jam menunjukkan pukul 18.30, kami kembali mengobrol. Saat aku dan Auly selesai sholat, entah dari mana asalnya, anak-anak cowok yang iseng-iseng itu mulai membicarakan Lina Silviani. Aku ngakak ketika ada salah satu dari mereka nyeletuk : “Wis pinter durung kanah, Cah? (Udah pinter belum dia, Temen-temen?)”. Gimana nggak ngakak. Dia ngomong asal ceplok aja seolah orang yang tengah ia bicarakan tak akan sakit hati jika mendengarnya. Haha. Jadi, si Lina ini waktu SD orangnya kalem banget—cenderung oon (maaf, Lin J). Sayang aja dia anak kepala sekolah sehingga ia bisa diterima sekolah di SD kami.
Denger-denger sih, sekarang Lina kuliah. Tapi, kata Maulina Rizkia yang masih saudara dengannya, dia kuliah tapi pas ditanyain soal kuliahnya malah planga plongo. Haha, sumpah aku nggak bisa nahan ketawa. Bukannya apa-apa. Tapi, gaya mereka pas nyeritain itu sukses bikin perut ini sakit.
Tanpa terasa, adzan isya sudah berkumandang dan makanan baru saja datang—itu pun setelah kami bolak balik nanyain kapan makanan kami datang. Nyesel juga milih tempat di situ. Lama. Ya, ini buat pelajaran aja kalau kita nggak bakal makan di situ lagi.
Kami makan dengan nikmatnya. Satu ikan berdua. Dan yah, aku kok nggak bisa ngerasain rasa ikannya ya? Hanya bau amisnya aja yang menyeruak. Ah, mungkin aku sudah kenyang dengan candaan-candaan kami tadi. Sehingga baru makan sedikit saja, udah kenyang.
Selesai makan, kami kembali ngobrol-ngobrol lagi. Sayangnya, Wiryo dan Surya harus pulang lebih dulu. Tapi, untungnya itu tak mempengaruhi keceriaan kami malam itu. Kami sampai nggak tarawih karena waktunya tidak memungkinkan. (Alesan! Hihi).
Setelah mengobrol tentang masa-masa konyol kami saat SD, juga tentang cinta pertama yang tentu saja ikut hadir menemani perjalanan kami saat itu, juga tentang teman-teman yang selalu mendapat ranking di kelas, si Asep Sefrudin tiba-tiba nyeletuk soal Asep ‘Korong’ dan Maulina. Hihi. Dia ternyata  punya jiwa mak comblang. Aku juga sempat dibawa-bawa dalam masalah ini. Tapi, untung saja aku bisa terselamatkan. Haha.
Sebelum itu, ada intermezzo dulu. Dicky yang katanya bisa menghipnotis orang, mencoba untuk menghipnotis Asep Sefrudin. Sefrudin awalnya ketawa-ketawa aja sampe bikin si Dicky kesel. Akhirnya, setelah beberapa saat, dia berusaha serius. Kami semua juga ikut serius karena penasaran dengan hasilnya. Bahkan, Rizal sampai memvideo adegan tersebut. Sayangnya, Dicky yang serius ingin mempraktekan ilmunya itu, dikagetkan dengan tawa Asep yang menggelegar. Kami semua sontak ikut tertawa. Ternyata, si Asep ini dari tadi gak dengerin Dicky dan malah sengaja ngerjain Dicky. Haha, si Dicky ampe kaget dan kesel gara-gara dikerjain Asep.
Tawa itu selalu ada di setiap Jumpa. Ya, begitulah kami yang selalu tertawa di sela-sela obrolan kami. Tapi setelah itu, Rizal yang dulu adalah ketua kelas kami, mengusulkan untuk mengenang teman-teman kami yang telah berpulang ke pangkuanNya mendahului kami. Termasuk wali kelas kami tercinta, Pak Toto Irianto (almarhum).
Bermula dari Asep Suprihatin. Dia adalah anak yang paling bandel di kelas dulu. Tak jarang ia menggoda cewek-cewek sampe ngebuat mereka nangis. Ternyata, kenakalannya itu berlangsung sampai ia tumbuh menjadi remaja. Kudengar, ia kecelakaan saat mengendarai motor di daerah Cirebon. Kalau nggak salah, pas lebaran atau setelahnya—aku lupa. Kami terhanyut dalam kenangan itu meski tak begitu lama karena kembali kami tertawa mendengar komentar-komentar konyol Asep cs.
Waktu itu pun datang juga. Di mana ada perjumpaan, di situ pula ada perpisahan. Karena waktu sudah malam, kami memutuskan untuk menyudahi gathering kami. Tapi sebelum itu, Rizal mengusulkan untuk mengadakan pertemuan lagi seusai lebaran—tepatnya tanggal 1 Agustus—di rumahnya. Kali ini, kami semua ditugaskan untuk mengajak anak-anak lain yang saat itu tak bisa hadir.
Ada satu hal yang menarik di sini. Entah itu ide siapa, tapi mereka bilang, pada pertemuan berikutnya, kami diminta membuat kado yang isinya barang yang minimal Rp 10.000 harganya, untuk kemudian kami tukarkan dengan teman-teman lain. Well, ide yang cukup unik.
So, sebelum benar-benar berpisah, kami berfoto bersama dulu. Jepret! Satu kali. Jepret! Dua kali. Setelah itu, bubar. Ada perasaan tak biasa yang saat itu tiba-tiba merongrong hatiku. Banyak perubahan dari mereka, membuatku merasa sedikit iri. Mereka sudah dewasa dan sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Ada yang jadi guru, TU, kerja di bengkel, kerja di toko sembako, kuliah, skripsi, sementara aku?
Selca sebelum pulang
Oke, jika ada yang bertanya aku sedang sibuk apa saat ini, mungkin jawabannya : aku lagi sibuk belajar nulis. Ya, aku mulai menekuni dunia ini sejak tahun lalu. Masih awam, sih. Tapi, aku berusaha untuk jadi penulis professional. Doakan saja, semoga karyaku segera terbit. J
Begiitulah kisah reuniku kali ini. Jadi, jangan bosen yah sama cerita ini. Karena reuni-reuni selanjutnya, akan segera menyusul. Hehe. J



Tidak ada komentar:

Posting Komentar