Reuni angkatan 2004 SDN Patrol 1 |
Bulan
Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Kehadirannya, seringkali dijadikan ajang
pertemuan bagi mereka yang sudah lama tak bertemu. Seperti anak dengan orang
tuanya, teman sejawat atau sanak family.
Begitu pun kami—angkatan 2004 SDN Patrol 1—yang tak menyiakan moment tersebut,
untuk melakukan ajang reuni dengan mengadakan acara buka bersama.
Seperti
yang pernah kuceritakan sebelumnya, berkat bujukan Auly, akhirnya aku ikut
bukber bareng temen-temen SDku. Saat jam di Hapeku masih menunjukkan pukul 4
sore kurang sepuluh menit, Auly sms yang isinya : Nopha, aku ke rumah kamu, ya!. Haha, nih anak ternyata masih takut
kalo aku nggak jadi ikut bukber. Jadilah beberapa menit kemudian, ia udah duduk
manis di teras rumahku setelah sebelumnya mengucap salam. Aku yang memang sudah
siap itu, langsung menyambutnya.
Kami
menunggu jemputan di rumah Auly. Beberapa saat setelah kami sampai di rumah
Auly, tiga motor sudah terparkir di depan rumah Auly. Mereka adalah : Lina,
Elin, dan Asep. Kesan pertamaku saat melihat Lina, aku bingung. Aduh, itu
siapa, ya? Mampus! Aku lupa sama wajahnya (mungkin efek nggak pake kacamata
juga). Aku langsung belingsatan nanyain ke Auly, itu siapa? Haha, tapi setelah
melihat lebih dekat, aku inget wajahnya. Wah, ini mah bener efek nggak pake
kacamata J.
Sementara untuk Elin dan Asep, setelah lulus SD, kami lumayan sering ketemu. Jadi,
wajah mereka nggak asing lagi. Ya, meskipun banyak yang berubah dari mereka
kalo dibandingkan dengan saat SD. Hehe.
Oke,
kami pun kemudian langsung cuuusss ke bengkel tempat Apip bekerja. Kesan pertamaku
waktu liat Apip : Haah?? Itu beneran Apip? Seriuss? Sumpah beda banget sama
waktu TK and SD. Aku sampe melongo liat dia. Yang paling bikin beda dari dia
itu, dia pake anting di telinganya. Kayak preman aja. Haha. Maap, Pip. Tapi, untung si Apip ini
anaknya asyik. Jadi, nggak ada kecanggungan lagi di antara kami meski udah lama
nggak ketemu.
Next,
kupikir mereka udah ngerencanain acara ini matang-matang. Ternyata, pas sampe
bengkel Apip, anak-anak lain belum pada dateng. Jadilah, aku, Auly, Lina dan
Elin mampir dulu ke toko sepatu yang terletak tak jauh dari bengkel Apip. Biasa,
naluri shopping Lina gak bisa diem
kalo liat sepatu. Haha J.
Cukup
lama kami di toko sepatu. Masalahnya, si Lina ini suka sama dua sandal dan
bingung mau milih yang mana. Tapi, setelah mempertimbangkan soal harga, cewek
yang sekarang menjabat sebagai TU di sebuah SMK itu, memutuskan untuk membeli
sepatu yang lebih murah. Jadi, jangan heran ya liat ibu-ibu lagi belanja. Hihi.
J
Setelah
selesai dengan urusan belanja sandal—mampir sebentar di toko baju—kami langsung
kembali ke bengkel Apip. Saat itu, Apip sudah selesai bekerja dan ikut
bergabung bersama kami. Detik berikutnya, Asep ditugaskan untuk menjemput Iis,
sementara aku dan Auly—dengan dibonceng Apip dan Lina yang dibonceng Elin,
pergi ke TKP (tempat kami akan bukber nanti). Saat itulah, aku baru melihat
temen-temen yang lain datang. Sebenernya, aku inget mukanya, tapi lupa nama. Hehe,
maaf ya temen-temen. Lewat Apip, aku baru tahu kalau mereka—yang tadi kulihat
itu—adalah Wiryo dan Surya. Kalau Surya sih, aku agak inget-inget gitu sama
mukanya. Kalo Wiryo, aku sama sekali clueless.
Baru setelah pulang ke rumah, aku inget gimana muka Wiryo waktu SD. Sumpah,
beda banget! Dulu itu kecil and putih kalo nggak salah. Tapi yang kulihat tadi,
ya tetep kecil sih. Tapi dia udah iteman. Hehe J.
Kami
tiba di sebuah tempat makan. Apip langsung memesan ikan bakar untuk kami
berbuka nanti. Sementara kami duduk-duduk santai di salah satu gazebo. Sudah lumayan
banyak yang dateng. Ada Jefri, Aprian, Iis, Dicky, Rizal dengan istrinya—maaf ga
tau namanya. Baru, agak sore dikit, ada Asep yang nyusul dateng.
Setelah
agak lama nggak ketemu—mungkin sekitar 10 tahun sejak kami semua lulus SD—aku merasa
sedikit canggung. Namun, anak-anak cowok itu sepertinya tidak merasakan hal
yang sama denganku. Mereka sudah terlihat akrab mengobrol ke sana ke mari.
Matahari
mulai masuk ke peraduannya. Meninggalkan semburat jingga yang indah di sore
itu. Kami masih asyik mengobrol. Kali ini, sudah duduk melingkar di gazebo
sambil sesekali mengabadikan moment tersebut dengan ber-selca ria. Tak jarang, celetukan khas anak-anak muda keluar dari
bibir para lelaki membuat kami semua tertawa. Ah, mungkin aku tak akan menyesal
karena telah datang ke reuni ini.
Sampai
terdengar kumandang adzan maghrib dari hape Asep, makanan belum juga datang. Seseorang
dari kami memutuskan untuk ke depan untuk memesan minuman hanya untuk berbuka. Wah,
ternyata yang menurutku, pesan jam lima itu masih terlalu dini, ternyata aku
salah. Saat itu, cukup banyak rombongan yang datang dan mungkin, mereka memesan
lebih dulu dari kami.
Teh
botol pun datang. Kami berbuka seadanya dengan hanya meminum teh botol yang
dipesan. Itu pun, belum sampai habis, ada yang tersenggol gara-gara kami masih
sibuk ber-selca ria. Inilah perbedaan
yang moncolok dari zaman kita SD dulu. Kalau dulu, belum ada hape yang bisa
mengabadikan moment-moment
kebahagiaan kita, kali ini, kita memanfaatkan gadget-gadget untuk mengabadikan kebersamaan kita sore itu. Tapi,
ternyata ada salah seorang dari kita yang bawa foto waktu kecil. Dialah : Asep
Korong. Hihi. Tau nggak, kenapa dipanggil Asep Korong (baca : upil)? Oke, aku
bakal ceritain asal mulanya.
Jadi,
dulu waktu SD, si Asep ini anaknya super duper iseng. Buat menarik perhatian
cewek, dia sering banget ngupil di depan kita, terus nyodor-nyodorin tuh upil
ke kita. Hii, pokoknya kalau ada Asep di dekat kita, kita pasti langsung waspada.
Haha. Itulah mengapa ia dijuluki Asep Korong. Selain untuk membedakannya dengan
dua Asep lainnya, tentunya.
Oia,
di kelas kita saat itu, kita punya triple Lina—Lina Maulina, Maulina Rizkia,
dan Lina Silviani. Triple Asep—Asep Suprihatin (almarhum), Asep Saefullah, dan
Asep Sefrudin, dan Triple Annisa—Annisa Fathanah, Siti Anisah, dan Annisa ‘tok
(maksudnya Annisa aja nggak ada embel-embel apa pun di belakang namanya J).
Sambil
menunggu ikan bakar yang tak kunjung datang hingga jam menunjukkan pukul 18.30,
kami kembali mengobrol. Saat aku dan Auly selesai sholat, entah dari mana
asalnya, anak-anak cowok yang iseng-iseng itu mulai membicarakan Lina Silviani.
Aku ngakak ketika ada salah satu dari mereka nyeletuk : “Wis pinter durung
kanah, Cah? (Udah pinter belum dia, Temen-temen?)”. Gimana nggak ngakak. Dia ngomong
asal ceplok aja seolah orang yang tengah ia bicarakan tak akan sakit hati jika
mendengarnya. Haha. Jadi, si Lina ini waktu SD orangnya kalem banget—cenderung oon
(maaf, Lin J).
Sayang aja dia anak kepala sekolah sehingga ia bisa diterima sekolah di SD
kami.
Denger-denger
sih, sekarang Lina kuliah. Tapi, kata Maulina Rizkia yang masih saudara
dengannya, dia kuliah tapi pas ditanyain soal kuliahnya malah planga plongo. Haha,
sumpah aku nggak bisa nahan ketawa. Bukannya apa-apa. Tapi, gaya mereka pas
nyeritain itu sukses bikin perut ini sakit.
Tanpa
terasa, adzan isya sudah berkumandang dan makanan baru saja datang—itu pun
setelah kami bolak balik nanyain kapan makanan kami datang. Nyesel juga milih
tempat di situ. Lama. Ya, ini buat pelajaran aja kalau kita nggak bakal makan
di situ lagi.
Kami
makan dengan nikmatnya. Satu ikan berdua. Dan yah, aku kok nggak bisa ngerasain
rasa ikannya ya? Hanya bau amisnya aja yang menyeruak. Ah, mungkin aku sudah
kenyang dengan candaan-candaan kami tadi. Sehingga baru makan sedikit saja,
udah kenyang.
Selesai
makan, kami kembali ngobrol-ngobrol lagi. Sayangnya, Wiryo dan Surya harus
pulang lebih dulu. Tapi, untungnya itu tak mempengaruhi keceriaan kami malam
itu. Kami sampai nggak tarawih karena waktunya tidak memungkinkan. (Alesan! Hihi).
Setelah
mengobrol tentang masa-masa konyol kami saat SD, juga tentang cinta pertama
yang tentu saja ikut hadir menemani perjalanan kami saat itu, juga tentang
teman-teman yang selalu mendapat ranking di kelas, si Asep Sefrudin tiba-tiba
nyeletuk soal Asep ‘Korong’ dan Maulina. Hihi. Dia ternyata punya jiwa mak comblang. Aku juga sempat
dibawa-bawa dalam masalah ini. Tapi, untung saja aku bisa terselamatkan. Haha.
Sebelum
itu, ada intermezzo dulu. Dicky yang
katanya bisa menghipnotis orang, mencoba untuk menghipnotis Asep Sefrudin.
Sefrudin awalnya ketawa-ketawa aja sampe bikin si Dicky kesel. Akhirnya,
setelah beberapa saat, dia berusaha serius. Kami semua juga ikut serius karena
penasaran dengan hasilnya. Bahkan, Rizal sampai memvideo adegan tersebut.
Sayangnya, Dicky yang serius ingin mempraktekan ilmunya itu, dikagetkan dengan
tawa Asep yang menggelegar. Kami semua sontak ikut tertawa. Ternyata, si Asep
ini dari tadi gak dengerin Dicky dan malah sengaja ngerjain Dicky. Haha, si
Dicky ampe kaget dan kesel gara-gara dikerjain Asep.
Tawa
itu selalu ada di setiap Jumpa. Ya, begitulah kami yang selalu tertawa di
sela-sela obrolan kami. Tapi setelah itu, Rizal yang dulu adalah ketua kelas
kami, mengusulkan untuk mengenang teman-teman kami yang telah berpulang ke
pangkuanNya mendahului kami. Termasuk wali kelas kami tercinta, Pak Toto
Irianto (almarhum).
Bermula
dari Asep Suprihatin. Dia adalah anak yang paling bandel di kelas dulu. Tak jarang
ia menggoda cewek-cewek sampe ngebuat mereka nangis. Ternyata, kenakalannya itu
berlangsung sampai ia tumbuh menjadi remaja. Kudengar, ia kecelakaan saat
mengendarai motor di daerah Cirebon. Kalau nggak salah, pas lebaran atau
setelahnya—aku lupa. Kami terhanyut dalam kenangan itu meski tak begitu lama
karena kembali kami tertawa mendengar komentar-komentar konyol Asep cs.
Waktu
itu pun datang juga. Di mana ada perjumpaan, di situ pula ada perpisahan. Karena
waktu sudah malam, kami memutuskan untuk menyudahi gathering kami. Tapi sebelum itu, Rizal mengusulkan untuk
mengadakan pertemuan lagi seusai lebaran—tepatnya tanggal 1 Agustus—di rumahnya.
Kali ini, kami semua ditugaskan untuk mengajak anak-anak lain yang saat itu tak
bisa hadir.
Ada
satu hal yang menarik di sini. Entah itu ide siapa, tapi mereka bilang, pada
pertemuan berikutnya, kami diminta membuat kado yang isinya barang yang minimal
Rp 10.000 harganya, untuk kemudian kami tukarkan dengan teman-teman lain. Well,
ide yang cukup unik.
So,
sebelum benar-benar berpisah, kami berfoto bersama dulu. Jepret! Satu kali.
Jepret! Dua kali. Setelah itu, bubar. Ada perasaan tak biasa yang saat itu
tiba-tiba merongrong hatiku. Banyak perubahan dari mereka, membuatku merasa
sedikit iri. Mereka sudah dewasa dan sibuk dengan kegiatan mereka
masing-masing. Ada yang jadi guru, TU, kerja di bengkel, kerja di toko sembako,
kuliah, skripsi, sementara aku?
Selca sebelum pulang |
Begiitulah
kisah reuniku kali ini. Jadi, jangan bosen yah sama cerita ini. Karena
reuni-reuni selanjutnya, akan segera menyusul. Hehe. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar