Kamis, 10 Juli 2014

Haengbokhan Reunion ( Best Moment )

Hari ini, aku berjanji bertemu teman lamaku untuk buka bersama. Rencana yang sudah hampir satu Minggu kami susun ini, akhirnya tercapai juga.
Kami berjanji bertemu di rumah Auly tepat pukul 5 sore. Aku pun santai karena masih satu jam dari waktu yang dijanjikan. Tapi, karena terlalu asyik online, aku tak sadar bahwa waktu telah berlalu hampir 30 menit. Sebuah dering sms, membuyarkan konsentrasi online-ku. Kubuka pesan yang masuk dari Jengke—sapaan akrabku pada Kelina, teman SMAku.
Gobang, aku udah di depan rumah Auly.
Aku terbelalak. Segera kulihat jam di layar hapeku. Takut aku keasyikan online sampai lupa waktu. Tapi aku langsung menghembus nafas lega, melihat waktu masih menunjukkan pukul 16.30.
Aku langsung membalas pesan Jengke dan segera bersiap-siap pergi. Tak lupa, aku pamit pada ibuku.
Sesampainya di depan rumah Auly, ternyata sepi. Dimana Jengke? Aku langsung menggedor pagar rumah Auly sambil mengucap salam. Siapa tahu Jengke sudah masuk ke dalam. Sayangnya, sama sekali tak ada sahutan dari sang punya rumah. Kuputuskan untuk meng-sms Auly.
Ly, aku udah di depan.
Kutunggu sebentar, tetap tak ada balesan. Aku akhirnya missed call nomor Auly. Tetap tak di angkat. Saat itu, aku melihat kepala Jengke nongol dari warung seberang rumah Auly.
Aku tersenyum. Jengke—sambil menenteng dua tas, menghampiriku. Kami langsung cipika cipiki melepas rindu. Maklum, sudah beberapa tahun kami tak bertemu.
“Gobang, ya ampun. Makin gendut aja.” Katanya.
Hah? Aku tak percaya dibilang seperti itu. Tapi, aku maklum melihat badannya yang memang lebih kurus dariku. Hihi.
“Mana Auly?” tanyanya.
Aku menggeleng. Kami berdua sama-sama menggedor pagar dan mengucap salam berkali-kali, namun tetap tak ada sautan.
“Ah, mungkin Auly belum pulang dari rumah saudaranya.” Kataku akhirnya.
Ya, Auly sempat membatalkan untuk ikut bukber bersama kami karena saudaranya meninggal. Tapi karena acaranya tak sampai sore, ia pun memutuskan untuk ikut.
Karena belum ada sahutan dari Auly, kami pun memutuskan untuk mampir ke kontrakan Jengke dulu. Di perjalanan, Jengke cerita tentang teman-teman kami yang sudah menikah dan punya anak. Aku tertawa. Terlebih lagi, dia bilang orang tuanya sudah menyuruhnya menikah.
“Ya, gimana mau nikah ya, Gobang. Orang calonnya aja belum ada.” Katanya dengan logat jawa-sunda.
Dia juga cerita, katanya, tiga hari ini, ia tak makan pas buka sama sahur. Aku jelas aja kaget. Pas ditanya kenapa, jawabannya semakin sukses mengocok perutku. Cowok. Pantas saja dia kurus gitu. Haha.
Setelah mengisi perjalanan singkat menuju kontrakan Jengke dengan derai tawa, akhirnya kami sampai. Kami disambut oleh beberapa penghuni kontrakannya.
Setelah mempersilahkanku duduk di ruang tunggu, Jengke pamit ke belakang. Kufikir, tak akan lama. Ternyata dia mandi. Jadilah aku menunggu sambil ngobrol dengan anak kelas 4 SD, yang merupakan anak dari pemilik rumah yang Jengke tempati.
Saat menunggu, akhirnya Auly telefon. Aku langsung mengangkatnya. Fiuh, kirain nih anak kenapa-kenapa. Aku lega akhirnya dia telefon.
“Ly, tadi aku ke rumah kamu. Kamu belum pulang ya? Sekarang aku lagi di kontrakan Kelin. Ly… Ly…”
Merasa tak ada respon, segera kulihat layar hapeku. Woalah, ternyata hapeku mati. Weduss!!!
Aku segera menyalakan kembali hapeku. Beruntung masih tersisa sedikit batere. Aku mengirim pesan pada Auly kalau kita akan ke rumahnya.
Tak lama, Jengke pun keluar dengan pakaian yang lebih santai. Tadi dia masih pakaian seragam kantor sih. Dan kami pun langsung beranjak pergi.
***
Sesampainya di rumah Auly, ternyata keluarganya sudah pada kumpul. Aneh, padahal tadi sepi. Kata Auly, tadi pas aku dan Jengke di depan, ga ada yang denger sahutan kami. Auly sendiri tak mendengar bunyi sms dan panggilanku karena dia sedang tidur. Lol.
Karena sudah sore, kami pun bergegas menuju Jogja Toserba dengan menggunakan elp. Tadinya sih, mau naik becak, tapi sepertinya lebih murah naik elp. Hehe.
Kami masih sibuk mengobrol bahkan ketika sampai di sebuah stan food court. Kami berdiskusi menu apa yang akan kami makan untuk buka. Cukup lama kami berdiskusi. Bahkan sampai mempersilakan orang yang antri di belakang kami untuk maju duluan. Sebenarnya, salah satu yang menjadi pertimbangan kelamaan kami adalah : harga. Haha.
Setelah memutuskan pesanan, aku duduk di tempat pilihan kami agar tak ditempati oleh orang lain. Tak lama setelah itu, makanan datang. Karena adzan maghrib ternyata sudah berkumandang, aku dan Auly langsung menyantap makanan kami. Sementara Jengke masih harus menunggu pesanannya.
Sambil menunggu pesanannya, Jengke mengeluarkan si ‘hitam’ kesayangannya. Dia mengambil selca kami menggunakan si ‘hitam’nya itu. Sepertinya, ia sangat menyayangi si ‘hitam’nya, karena setelah itu, matanya tak lepas dari si ‘hitam’.
Kami mengobrol ringan selama makan. Tentang film, buku, sampe tentang kondisi Palestina akibat ulah Israel. Setelah itu, kami ke lantai bawah untuk menunaikan ibadah sholat maghrib.
***
Karena tak ada becak atau pun elp, kami memutuskan untuk pulang berjalan kaki di bawah sinar rembulan yang terang. Kami terus mengobrol sepanjang jalan. Sesekali, Auly membimbing badan Jengke untuk menepi karena mata Jengke terus fokus pada si ‘hitam’nya.
Saat adzan isya berkumandang, kami akhirnya sampai di rumah Auly. Kami memutuskan untuk tarawih di masjid seberang jalan dengan meminjam mukenah Auly.
Masalah pun kembali menghampiri. Rumah Auly kembali sepi seperti tak berpenghuni.
“Mungkin tarawih kali,” kata Jengke yang langsung disangkal Auly.
Auly bilang ibunya sedang haid. Jadi, dia pasti ada di rumah. Aku dan Jengke pun manggut-manggut. Sementara Auly kembali berusaha menghubungi ibunya.
Cukup lama, tak ada jawab. Bahkan hingga masjid tempat tujuan tarawih kami iqomah, belum ada tanda-tanda pintu akan dibukakan oleh ibu Auly. Sampai akhirnya, muncul satu ide dari kami. Yaitu, melompat pagar.
Diantara kami bertiga, Jengke yang memiliki badan lebih tinggi. Akhirnya, dia yang berusaha melompati pagar rumah Auly. Aku hanya tertawa melihat sosoknya yang tengah melompati pagar persis di bawah rembulan yang tengah bersinar terang. Mirip serigala. Haha. Seharusnya, tadi kami abadikan moment itu.
Jengke berhasil melompati pagar. Ia mengetuk-ketuk pintu rumah Auly sementara aku dan Auly menunggu di luar pagar. Beruntung, ibunya Auly kali ini menyahut. Ia pun membukakan pintu untuk kami. Ternyata, beliau juga ketiduran.
Setelah mengambil mukenah, kami semua segera bergegas menuju masjid karena kami sudah telat. Sesampainya di sana pun shalat isya telah usai sehingga kami harus shalat sendiri-sendiri.
***
Sesudah shalat tarawih, kami mampir untuk membeli es karena sedari tadi tenggorokan kering minta di isi. Kemudian, kami singgah di rumah Auly lagi.
Inilah point hari ini. Berawal dari membicarakan sinetron CHSI, sampai-sampai kami membicarakan teman-teman kami di DN serta masa-masa SMA kita. Jengke juga sempat mengungkit nama Pambudi, seorang adik kelas yang merupakan kecengan kami saat SMA. Bahkan, sampai sekarang kami masih berebut soal Pambudi. Haha. Masa Jengke bilang Pambudi mirip Lee Kwang Soo? Anggota Running Man dengan tampang polos dan selalu bernasib apes. Tapi, emang sedikit mirip sih. Karakter 'bloon'nya. Lol.
Kami  juga membicarakan teman-teman kami yang ujung-ujungnya pacaran dengan teman satu angkatan juga. Ada kisah Lusi yang beruntung karena cinta terpendamya pada Imron akhirnya terbalas selepas mereka lulus. Bener-bener gak nyangka dan amat langka. Haha. Piece, Lus.
Ada juga teman kami yang kini sudah bekerja di Jakarta, teman kami yang rajin belajar, dan ada pula yang sering gonta-ganti pacar. Wah, kalo ngomongin masa-masa itu, aku jadi kangen. Jadi ngehayal kan, seandainya kita bisa tinggal bareng lagi kaya dulu. Sayangnya, hal itu sepertinya hampir mustahil.
Sekolah kita, kini seperti di ambang kehancuran. Entahlah! Aku juga tak tahu kenapa bisa sampai seperti itu dan tidak mau tahu. Aku hanya berharap yang terbaik. Agar suatu hari, kita bisa kembali bersama. Tanpa memandang status masing-masing.
Hoaaam, ngantuk kan jadinya. Hihi. Udah ah, ceritanya segitu aja ya. Intinya, aku seneng karena bisa ketemu temen lama. Dan nggak ngebayangin kalo bakal menyenangkan seperti ini. Tahu gitu, dari dulu kita kumpul. Hehe.
Oke deh, satu hal yang aku pelajari dari kejadian hari ini. Silaturahmi itu penting. Jangan sampai hubungan kita terputus begitu saja dengan orang-orang yang kita sayangi. Karena misscomunication itu juga bisa membuat kesalahpahaman. Toh, kalau udah kumpul, kita bakal lupa kok ama beban kita. Yang ada, justru canda dan tawa. So, maafin buat temen-temenku karena selama ini aku selalu bersembunyi dari kalian. Mulai sekarang, kalo kalian dateng atau nanyain aku, aku pasti nggak akan ngehindar. J
Udah dulu, ya. Bye bye…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar