Hari
ini, aku berjanji bertemu teman lamaku untuk buka bersama. Rencana yang sudah
hampir satu Minggu kami susun ini, akhirnya tercapai juga.
Kami
berjanji bertemu di rumah Auly tepat pukul 5 sore. Aku pun santai karena masih
satu jam dari waktu yang dijanjikan. Tapi, karena terlalu asyik online, aku tak sadar bahwa waktu telah
berlalu hampir 30 menit. Sebuah dering sms, membuyarkan konsentrasi online-ku. Kubuka pesan yang masuk dari
Jengke—sapaan akrabku pada Kelina, teman SMAku.
Gobang, aku udah di
depan rumah Auly.
Aku
terbelalak. Segera kulihat jam di layar hapeku. Takut aku keasyikan online sampai lupa waktu. Tapi aku
langsung menghembus nafas lega, melihat waktu masih menunjukkan pukul 16.30.
Aku
langsung membalas pesan Jengke dan segera bersiap-siap pergi. Tak lupa, aku
pamit pada ibuku.
Sesampainya
di depan rumah Auly, ternyata sepi. Dimana Jengke? Aku langsung menggedor pagar
rumah Auly sambil mengucap salam. Siapa tahu Jengke sudah masuk ke dalam. Sayangnya, sama sekali tak
ada sahutan dari sang punya rumah. Kuputuskan untuk meng-sms Auly.
Ly, aku udah di depan.
Kutunggu
sebentar, tetap tak ada balesan. Aku akhirnya missed call nomor Auly. Tetap tak di angkat. Saat itu, aku melihat kepala
Jengke nongol dari warung seberang rumah Auly.
Aku
tersenyum. Jengke—sambil menenteng dua tas, menghampiriku. Kami langsung cipika
cipiki melepas rindu. Maklum, sudah beberapa tahun kami tak bertemu.
“Gobang,
ya ampun. Makin gendut aja.” Katanya.
Hah?
Aku tak percaya dibilang seperti itu. Tapi, aku maklum melihat badannya yang
memang lebih kurus dariku. Hihi.
“Mana
Auly?” tanyanya.
Aku
menggeleng. Kami berdua sama-sama menggedor pagar dan mengucap salam
berkali-kali, namun tetap tak ada sautan.
“Ah,
mungkin Auly belum pulang dari rumah saudaranya.” Kataku akhirnya.
Ya,
Auly sempat membatalkan untuk ikut bukber bersama kami karena saudaranya
meninggal. Tapi karena acaranya tak sampai sore, ia pun memutuskan untuk ikut.
Karena
belum ada sahutan dari Auly, kami pun memutuskan untuk mampir ke kontrakan
Jengke dulu. Di perjalanan, Jengke cerita tentang teman-teman kami yang sudah
menikah dan punya anak. Aku tertawa. Terlebih lagi, dia bilang orang tuanya
sudah menyuruhnya menikah.
“Ya,
gimana mau nikah ya, Gobang. Orang calonnya aja belum ada.” Katanya dengan
logat jawa-sunda.
Dia
juga cerita, katanya, tiga hari ini, ia tak makan pas buka sama sahur. Aku jelas
aja kaget. Pas ditanya kenapa, jawabannya semakin sukses mengocok perutku. Cowok.
Pantas saja dia kurus gitu. Haha.
Setelah
mengisi perjalanan singkat menuju kontrakan Jengke dengan derai tawa, akhirnya
kami sampai. Kami disambut oleh beberapa penghuni kontrakannya.
Setelah
mempersilahkanku duduk di ruang tunggu, Jengke pamit ke belakang. Kufikir, tak
akan lama. Ternyata dia mandi. Jadilah aku menunggu sambil ngobrol dengan anak
kelas 4 SD, yang merupakan anak dari pemilik rumah yang Jengke tempati.
Saat
menunggu, akhirnya Auly telefon. Aku langsung mengangkatnya. Fiuh, kirain nih
anak kenapa-kenapa. Aku lega akhirnya dia telefon.
“Ly,
tadi aku ke rumah kamu. Kamu belum pulang ya? Sekarang aku lagi di kontrakan
Kelin. Ly… Ly…”
Merasa
tak ada respon, segera kulihat layar hapeku. Woalah, ternyata hapeku mati. Weduss!!!
Aku
segera menyalakan kembali hapeku. Beruntung masih tersisa sedikit batere. Aku mengirim
pesan pada Auly kalau kita akan ke rumahnya.
Tak
lama, Jengke pun keluar dengan pakaian yang lebih santai. Tadi dia masih
pakaian seragam kantor sih. Dan kami pun langsung beranjak pergi.
***
Sesampainya
di rumah Auly, ternyata keluarganya sudah pada kumpul. Aneh, padahal tadi sepi.
Kata Auly, tadi pas aku dan Jengke di depan, ga ada yang denger sahutan kami.
Auly sendiri tak mendengar bunyi sms dan panggilanku karena dia sedang tidur. Lol.
Karena
sudah sore, kami pun bergegas menuju Jogja Toserba dengan menggunakan elp. Tadinya
sih, mau naik becak, tapi sepertinya lebih murah naik elp. Hehe.
Kami
masih sibuk mengobrol bahkan ketika sampai di sebuah stan food court. Kami berdiskusi menu apa yang akan kami makan untuk
buka. Cukup lama kami berdiskusi. Bahkan sampai mempersilakan orang yang antri
di belakang kami untuk maju duluan. Sebenarnya, salah satu yang menjadi
pertimbangan kelamaan kami adalah : harga. Haha.
Setelah
memutuskan pesanan, aku duduk di tempat pilihan kami agar tak ditempati oleh
orang lain. Tak lama setelah itu, makanan datang. Karena adzan maghrib ternyata
sudah berkumandang, aku dan Auly langsung menyantap makanan kami. Sementara
Jengke masih harus menunggu pesanannya.
Sambil
menunggu pesanannya, Jengke mengeluarkan si ‘hitam’ kesayangannya. Dia mengambil
selca kami menggunakan si ‘hitam’nya itu. Sepertinya, ia sangat menyayangi si ‘hitam’nya,
karena setelah itu, matanya tak lepas dari si ‘hitam’.
Kami
mengobrol ringan selama makan. Tentang film, buku, sampe tentang kondisi
Palestina akibat ulah Israel. Setelah itu, kami ke lantai bawah untuk
menunaikan ibadah sholat maghrib.
***
Karena
tak ada becak atau pun elp, kami memutuskan untuk pulang berjalan kaki di bawah
sinar rembulan yang terang. Kami terus mengobrol sepanjang jalan. Sesekali, Auly
membimbing badan Jengke untuk menepi karena mata Jengke terus fokus pada si ‘hitam’nya.
Saat
adzan isya berkumandang, kami akhirnya sampai di rumah Auly. Kami memutuskan
untuk tarawih di masjid seberang jalan dengan meminjam mukenah Auly.
Masalah
pun kembali menghampiri. Rumah Auly kembali sepi seperti tak berpenghuni.
“Mungkin
tarawih kali,” kata Jengke yang langsung disangkal Auly.
Auly
bilang ibunya sedang haid. Jadi, dia pasti ada di rumah. Aku dan Jengke pun
manggut-manggut. Sementara Auly kembali berusaha menghubungi ibunya.
Cukup
lama, tak ada jawab. Bahkan hingga masjid tempat tujuan tarawih kami iqomah, belum
ada tanda-tanda pintu akan dibukakan oleh ibu Auly. Sampai akhirnya, muncul
satu ide dari kami. Yaitu, melompat pagar.
Diantara
kami bertiga, Jengke yang memiliki badan lebih tinggi. Akhirnya, dia yang
berusaha melompati pagar rumah Auly. Aku hanya tertawa melihat sosoknya yang
tengah melompati pagar persis di bawah rembulan yang tengah bersinar terang. Mirip
serigala. Haha. Seharusnya, tadi kami abadikan moment itu.
Jengke
berhasil melompati pagar. Ia mengetuk-ketuk pintu rumah Auly sementara aku dan
Auly menunggu di luar pagar. Beruntung, ibunya Auly kali ini menyahut. Ia pun
membukakan pintu untuk kami. Ternyata, beliau juga ketiduran.
Setelah
mengambil mukenah, kami semua segera bergegas menuju masjid karena kami sudah
telat. Sesampainya di sana pun shalat isya telah usai sehingga kami harus
shalat sendiri-sendiri.
***
Sesudah
shalat tarawih, kami mampir untuk membeli es karena sedari tadi tenggorokan
kering minta di isi. Kemudian, kami singgah di rumah Auly lagi.
Inilah
point hari ini. Berawal dari
membicarakan sinetron CHSI, sampai-sampai kami membicarakan teman-teman kami di
DN serta masa-masa SMA kita. Jengke juga sempat mengungkit nama Pambudi,
seorang adik kelas yang merupakan kecengan kami saat SMA. Bahkan, sampai sekarang
kami masih berebut soal Pambudi. Haha. Masa Jengke bilang Pambudi mirip Lee
Kwang Soo? Anggota Running Man dengan tampang polos dan selalu bernasib apes. Tapi,
emang sedikit mirip sih. Karakter 'bloon'nya. Lol.
Kami
juga membicarakan teman-teman kami yang
ujung-ujungnya pacaran dengan teman satu angkatan juga. Ada kisah Lusi yang
beruntung karena cinta terpendamya pada Imron akhirnya terbalas selepas mereka
lulus. Bener-bener gak nyangka dan amat langka. Haha. Piece, Lus.
Ada
juga teman kami yang kini sudah bekerja di Jakarta, teman kami yang rajin
belajar, dan ada pula yang sering gonta-ganti pacar. Wah, kalo ngomongin
masa-masa itu, aku jadi kangen. Jadi ngehayal kan, seandainya kita bisa tinggal
bareng lagi kaya dulu. Sayangnya, hal itu sepertinya hampir mustahil.
Sekolah
kita, kini seperti di ambang kehancuran. Entahlah! Aku juga tak tahu kenapa
bisa sampai seperti itu dan tidak mau tahu. Aku hanya berharap yang terbaik. Agar
suatu hari, kita bisa kembali bersama. Tanpa memandang status masing-masing.
Hoaaam,
ngantuk kan jadinya. Hihi. Udah ah, ceritanya segitu aja ya. Intinya, aku
seneng karena bisa ketemu temen lama. Dan nggak ngebayangin kalo bakal
menyenangkan seperti ini. Tahu gitu, dari dulu kita kumpul. Hehe.
Oke
deh, satu hal yang aku pelajari dari kejadian hari ini. Silaturahmi itu
penting. Jangan sampai hubungan kita terputus begitu saja dengan orang-orang
yang kita sayangi. Karena misscomunication
itu juga bisa membuat kesalahpahaman. Toh, kalau udah kumpul, kita bakal
lupa kok ama beban kita. Yang ada, justru canda dan tawa. So, maafin buat
temen-temenku karena selama ini aku selalu bersembunyi dari kalian. Mulai sekarang,
kalo kalian dateng atau nanyain aku, aku pasti nggak akan ngehindar. J
Udah
dulu, ya. Bye bye…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar